"Buku harus dijadikan kapak untuk memecah lautan beku dalam diri kita" #Franz Kafka

Paranoia Horor, Teror(is)me dan Virus Kebangsaan 2020


Ilustrasi

02 Maret 2020 adalah tanda dimana Indonesia telah memasuki kuasa pandemik Global Covid 19 sejak diumumkan oleh pemerintah. Tentu ini adalah ujian kebangsaan yang membuat seluruh dunia merasakan iklim paranoia atau iklim ketakutan tak terkecuali Negara Indonesia. Silih berganti media membahas tiap waktu sejak awal diumumkan dari Negeri Tirai Bambu, dan sekarang kita melihat paranoia ini di depan mata kita, mata Indonesia. Mulai dari pusat Ibukota sampai dengan celah pedesaan menyampaikan ketakutan, kecemasan, kegelisahan, kegilaan, kerumunan, pengabaian terhadap manusia dan kemanusiaan yang memberikan sinyal derita dan rasa tidak aman pada tingkat kemanusiaan dan masa depan eksistensi tiap tubuh.

Kita melihat berbagai macam video yang viral yang sampai di ruang Whatsapp kita masing masing dari negara Eropa dan Amerika Latin seperti Equador adanya penumpukan mayat di rumah dan di jalanan yang tidak terurus bahkan terlantar, WHO bahkan melaporkan mencapai angka 5000 kematian dalam semalam, negara yang berpopulasi 2,5 juta jiwa tersebut. Itu jumlah populasi yang sama jika kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Bone digabung kira-kira menyamai populasi Ekuador. Tentu kita tidak menginginkan kejadian serupa terjadi di tempat yang kita diami disebabkan begitu besarnya citra paranoia horor yang begitu menyesakkan fikiran dan akal sehat seolah olah eksistensi tubuh ditengah serangan C19 ini adalah jalan menuju kematian.

Dalam masa pandemik global ini, ada banyak analisis yang memberi penafsiran mulai dari kacamata ideologi, ekonomi bahkan meramalkan kehancuran sebuah negara besar dikarenakan tidak mampu mengatasi dengan segera C19 yang ternyata sudah berkembang biak sampai 3 Jenis A, B dan jenis C. Jenis yang mengherankan para pengamat internasional lantaran Jenis C19 yang ada di Amerika berbeda dengan yang ada di Tiongkok. Kita pun masih mengaitkan ini adalah sebuah skema perang antara Amerika dan Tiongkok sehingga silih berganti kita menemukan gambar karikatur antara Donald Thrump dan Presiden Tiongkok Xi Jin Ping sedang bertarung dalam ring sambil mengenakan sabuk tinju, spekulasinya adalah perang dagang antara mereka beralih pada subjek yang namanya Covid 19. Dilain sisi, Tiongkok deklarasi kemenangan melawan C19 pada akhir maret 2020, dan kita tahu populasi rakyat Tiongkok lumayan besar yaitu 1,6 Milyar jumlah penduduk yang mengirimkan kabar ke seluruh dunia tentang kemenangan melawan C19. Layaknya tirai, mereka menguasai dan mulai bangkit dan menutupi aib dalam negaranya sendiri dimana gejala ini bermula.

Dan keuntungan Negeri tirai bambu ini bisa mengirimkan tenaga kesehatan di negara lain berikut menjadi supplayer alat kesehatan yang sangat dibutuhkan seperti APD, Masker dan alat kesehatan lain seperti ventilator. Dunia perlu waspada, dan tetap terjaga mengingat virus C19 ini semakin subur jika berada pada musim dingin, maka negara yang mempunyai 4 musim utamanya musim dingin sampai bersalju diperkirakan terjadi pada bulan juni sampai agustus dibeberapa negara-negara Eropa dan Asia lainnya dimana Flu juga merupakan penyakit musiman yang menggejala dan dianggap berbahaya hingga mengakibatkan kematian.  


Teror ISIS dan Ujian Nasionalisme di Tengah Wabah

Bersabar dari paranoia sistematis dilain sisi negara kita lagi-lagi diperhadapkan kepada bencana ganda yaitu aksi terorisme seperti yang terjadi pada wilayah Sulawesi Tengah, Kabupaten Poso. Kita dipertontonkan adegan baku tembak terduga teroris yang berlangsung pada 14 April 2020 kemarin yang diketahui pelakunya berasal dari kelompok MIT (Mujahidin Indonesia Timur) setelah pelaku penyerangan tersebut bisa dilumpuhkan oleh aparat dan meninggal dunia. Kelompok MIT tersebut yang meninggal dunia, berdasarkan video yang beredar diarak untuk dibawa ke pemakaman dengan begitu ramai dan diiringi dengan pekikan takbir. Padahal kita tahu aksi-aksi terorisme merupakan tindakan kejahatan dan kriminal. Tak luput pula kita diperlihatkan pengantar jenazah pelaku tengah membawa Bendera Hitam yang kita telah sepakati itu adalah bendera ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria). 

Sangat jelas ini adalah ancaman kebangsaan ditengah pandemik global saat ini, dimana semua rakyat sedang cemas memikirkan dampak C19 tapi disisi lain diwaktu yang bersamaan kita juga menghadapi virus kebangsaan yang tidak kalah ganasnya ingin merongrong kedaulatan negara dan bangsa. Relasi antara MIT dan ISIS mungkin masih kita ingat genealogi bagaimana pimpinan MIT, Almarhum Santoso yang saat 2016 tewas tertembak dalam aksi baku tembak oleh aparat yang juga telah berbaiat ke ISIS dan mendeklarasi diri bersama kelompok MIT menjadikan Poso adalah sentrum gerakan Jihad MIT.

Ada beberapa fenomena yang menarik soal eksistensi gerakan terorisme di Indonesia, seperti menganggap para terorisme tersebut adalah “Hero” atau pahlawan dalam islam dikarenakan narasi narasi yang terbentuk selalu menganggap jenazah teroris diiringi dengan pekikan takbir seolah mereka tewas dalam keadaan yang benar. Narasi tersebut selalu berulang, saat Santoso meninggal juga dinarasikan sebagai mujahid, para pelaku bom bunuh diri seperti bom Bali tahun 2002 yang berhasil merenggut nyawa 200 orang oleh publik dianggap seorang “Hero” pahlawan ataukah mujahid dan meninggal secara syahid. Dan beberapa aksi pengebomam yang langsung menyerang kantor aparat kepolisian beberapa waktu yang lalu.

Dalam analisis Yasraf Amir Piliang, berbagai bentuk kekerasan dan peristiwa horor yang mewarnai kehidupan negara-bangsa kita akhir-akhir ini tidak dapat dipisahkan dari peran citra superioritas dan citra kekerasan yang dibangun oleh berbagai pihak. Masing-masing pihak ini membangun kekuatan-kekuatan horor yang dilengkapi dengan mesin-mesin horor dan menggelar berbagai peristiwa horor.

Hal ini menjadi sebuah sinyal derita untuk membangun dan mengepung kesadaran negara bangsa agar kiranya tetap waspada dan lebih berhati-hati dalam gerakan terorisme yang menggejala, dikarenakan sel-sel tidur mereka tidak pernah berhenti untuk mencari keadaan yang lowong, lengah dan mereka sangat mengerti kapan harus bangun dan berencana semaksimal mungkin. Semoga negara dan bangsa Indonesia bisa segera lepas dari Virus kebangsaan yang bersamaan hadir di waktu yang kita tidak inginkan terjadi. Wassalam.

Share:

Penjara, Laboratorium Vakum dan Simulasi Ricuh Anarko

Ilustrasi

Penjara ‘Orwel’ sampai Laboratorim Vakum ‘Boudrillard’
Sejak semua kegiatan terpusat di perkotaan, segala macam bentuk aktivitas perekonomian berputar pada kota dan isinya. Gedung-gedung raksasa menjadi simbol peradaban suatu kota tentang segala bentuk pertukaran maupun strategi dan operasi budaya yang terdekonstruksi tiap saatnya. Sepanjang strategi budaya tersebut juga disaat yang sama kumpulan essai George Orwel yang berbicara tentang “Bagaimana Si Miskin Mati” membahas sekitar soal perang, politik, kemanusiaan dan sastra seolah olah berjalan berdasarkan prinsip sirkulasi bebas yang tidak teratur. 

Ketika menyebut kota, yang ada adalah peradaban, kemewahan, kesejahteraan tempat berkumpulnya manusia namun ketika menyebut Si Miskin, yang ada seputar  penyakit , kemanusiaan, kotor dan lain sebagainya yang mirip perkataan juru bicara Covid 19 yang menempatkan kemiskinan sejajar dengan penyakit, membuat drama ketersinggungan kelompok selama berhari-hari namun terlupakan seiring dengan aktivitas infomasi yang terdegradasi oleh informasi lainnya mungkin tak salah, ada benarnya seperti dalam kumpulan essai George Orwell itu, sekilas menggambarkan tentang kehidupan penjara, tahanan yang berbadan kurus kerempeng, kepalanya gundul dan matanya basah dan menerawang yang menunggu giliran untuk berjalan dan melangkah mati menuju ajalnya di tiang gantungan. Dalam paparan Orwell, seseorang bertindak konyol lantaran desakan massa dan intervensi yang tidak jelas sehingga seseorang pun juga tak ingin tampak bodoh tanpa berbuat apa-apa. 

Ya terdengar seperti sirkulasi yang tidak teratur dan tak bersistem. Berbeda dengan penjelasan Jean Boudrillard yang menyoal ritual transparansi daripada penjara dan tahanan Orwell, menurutnya seseorang berada dalam eksistensi di dalam Laboratorium yang vakum, lingkungan yang kita tempati adalah sebuah laboratorium yang dianggap sebagai lingkungan buatan untuk daya tahan biologis tubuh seseorang agar terprotektif. Seseorang merenung, berfikir dalam laboratorium yang vakum layaknya pro kontra soal menggunakan darurat sipil seperti bahasa diawal April 2020 Pak Jokowi berkata semua skenario kita siapkan dari yang ringan, moderat, sedang, sampai kemungkinan yang terburuk. 

Darurat sipil itu kita siapkan apabila terjadi kondisi abnormal yang kemudian dirujuk dalam UU. No 23 tahun1959 tentang keadaan bahaya. Ya, Presiden berhak untuk menyatakan status itu walau timbul pro kontra dilingkungan masyarakat, akan tetapi isu darurat sipil ini juga merupakan salah satu skenario dari scenario lainnya semisal darurat militer, darurat perang sampai darurat bencana yang membahayakan kondisi Negara. Akan tetapi yang disepakati untuk skenario yang boleh dikata moderat adalah kebijakan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang merujuk pada UU. Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dibandingkan kebijakan Lockdown yang membuat Negara-negara Eropa takluk dan tidak teratur cenderung ricuh seperti Amerika, Italia dan yang baru-baru ini terhadi pada Negara Turki yang warganya terlibat panic buying sampai dengan baku hantam di area perbelanjaan. 

Belum yang terheboh adalah Negara India, penduduknya berkumpul untuk dipulangkan oleh pemerintah namun yang terjadi adalah penumpukan sehingga mengakibatkan lonjakan arus manusia yang ingin kembali ke kampung halaman lantaran kehilangan pekerjaan di kota dimana mereka menjadi bagian daripada modernisasi perkotaan. Tidak mendapat tumpangan untuk pulang, akhirnya mereka memilih untuk berjalan kaki. Tentu ini juga menjadi masalah baru bagi mereka jika setibanya di kampong halaman, apakah bersatus ODP ataukan PDP ataukah sudah pada tahap status Positif. 

Seperti yang terjadi di Indonesia, larangan mudik, kehilangan pekerjaan dan belum optimalnya pembagian sembako dalam penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), seseorang lebih memilih untuk kembali ke Kampung Halaman, atau Desa atau tetap melanjutan pekerjaan seperti biasanya. Ini yang kemudian Boudrillard maksud pada Laboratorium yang vakum, seseorang diisolasi untuk dianggap steril dan jauh dari segala macam bentuk bakteri dan partikel namun karena tidak optimalnya sumber daya dan Negara merawat lingkungan tersebut sehingga yang diisolasi sekarat dalam kevakuman sampai kemudian kembali keluar dan berjibaku dengan semua orang yang berstatus ODP, PDP ataukau sampai menjadi korban. Lebih lanjut, Boudrillar berkata, Jika manusia terlepas dari pertahanan dirinya maka ia mudah diserang oleh ilmu pengetahuan. Jika dia terlepas dari fantasinya, manusia akan mudah diserang oleh psikologis. Jika dia terlepas dari segala macam bibit penyakit, manusia akan mudah diserang oleh ilmu kedokteran. 

Akibat dari ketidakoptimalan penanganan walau usaha dan ihtiar sudah dilakukan masyarakat kita memang rentan menjadi objek yang berserak, terpecah-pecah menjadi ego-ego yang susah untuk ditangani sehingga tidak mampu mencapai suatu finalitas yang didambakan bersama. Inilah yang menjadi gambaran, fantasi atau hayalan tinggi seseorang, kelompok atau masyarakat tertentu melihat Negara, melihat yang timpang, melihat ada yang tidak beres dalam pengelolaan dan pendistribusian kesejahteraan. Ada ruang tanya yang besar pada Negara untuk itu semua, untuk semua yang belum mendapatkan perhatian, stimulus sampai dengan mendapatkan kelangsungan hidup yang wajar. Hingga pada saatnya gelombang dan ancaman akan terulang secara perlahan sampai pada titik komunal yang disengaja. Mulai penguasa yang dianggap demokratis, dari kaum aristokrat, oligarki, monarki atau tirani, darimanapun asal genealoginya sehingga dimampukan bertransformasi kedalam  wujud Negara yang sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kill the Rich” Simulasi Ricuh Anarko
Kalimat diatas Kill the Rich adalah bahasa propaganda. Selain kalimat tersebut diatas ada kalimat yang juga ikut menyertai seperti “Sudah Krisis Saatnya Membakar”, “Mau Mati Konyol atau Melawan”, ke tiga (3) kalimat tersebut dipropagandakan dari Jakarta dan Bandung dan muncul disaat yang bersamaan. Pengakuannya didasari karena tidak puas dengan kebijakan-kebijakan pemerintah dan berupaya memanfaatkan situasi yang saat ini masyarakat sedang resah, ada juga pengakuan bahwa mereka terinspirasi oleh Film Laris seperti Joker dan dari Band Anti Flag berasal dari Amerika berjudul Kill the Rich”, band Punk ini dianggap sebagai Band Politik di Amerika lantaran membawakan lagu lagu kritik dan politik seperti issu rasisme, fasisme, kebijakan luar negeri Amerika, bahkan saya menganggap jika gerakan ini mereka ada kecenderungan berhasil bisa saja bahasa propaganda awalnya Kill the Richbisa berubah menjadi Die For The Government” salah satu lagu paling terkenal dari Grup Band Anti Flag ini, yang menganggap mati untuk pemerintah itu adalah kesialan. 

Ya memang terlihat bahwa ideologi kelompok punk ini sangat kuat adalah anarkisme. Anarki berarti tanpa ada yang memerintah. Tidak ada yang berhak mengatur, kecuali diri mereka sendiri yang mengerti batasannya. Dan menurut kelompok Punk ini, kebebasan yang mereka lakukan tersandera oleh Negara karena aturan sosial budaya politik dan hukum.  Namun, jika membaca sejarah Anarkisme di Indonesia kita bisa melihat jauh kebelakang nama Dauwes Dekker, seorang tokoh anarkisme yang juga ikut didalam membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Dauwes Dekker sendiri dikenal dengan nama pena Multatuli, yang mempelopori gerakan anti kolonial Hindia Belanda. Novel Max Havelar yang ditulis oleh Multatuli adalah karya yang mendunia dijaman kolinialisme dan membuka aib permerintahan Hindia Belanda terhadap wilayah koloninya. Buku tersebut merupakan panduan untuk melakukan perlawanan dan bagaimana cara mengerti tentang sistem tanam paksa yang dilakukan oleh kolonialisme Belanda yang bekerjasama dengan feodalisme pribumi yang sangat menindas rakyat dengan system tanam paksa tersebut. 

Novel Max Havelar ini kemudian dianggap menjadi buku yang paling menginspirasi sehingga kolonialisme Belanda menghapus system tanam paksa dan mengubahnya menjadi Politik Etis. Kelompok yang ditangkap di Jakarta dan Bandung kemarin sepertinya kelompok yang tidak belajar kepada sejarah, bukan malah memperlihatkan bagaimana melepaskan rakyat seperti sejarah anarkisme politik yang dicontohkan oleh Multatuli tapi malah menjadikan situasi ini seperti nyala api dan tindakan kriminal. 

Saya jadi ragu mereka yang dituduh Anarko itu sambil melakukan ujaran kebencian dan tindakan kriminal belum mengerti cita-cita Max Havelar sebagai pelopor ajaran Anarkisme di Indonesia pada masa kolonialisme. Bahkan Pramudya Ananta Toer  menulis artikel yang diterbitkan dalam bahasa Inggris sebagai “Best Story; The Book That Killed Colonialism” di New York Times, 18 April 1999 untuk memuji Multatuli sebagai Buku yang membunuh Kolonialisme, lantara buku tersebut membuat pemerintahan Hindia Belanda membangun irigasi, migrasi antar pulau, dan pendidikan saat itu. 

Bahasa propaganda yang dalam aksi vandalisme tersebut sangat jauh dari nilai-nilai anarkisme ajaran Multatuli. Bahkan mengajak untuk membunuh saudaranya sendiri ditengah pandemik global yang belum jelas kapan berakhirnya. Dalam penjelasan Robert Dahl soal Anarkisme, teori Filsafat anarkisme itu percaya bahwa karena Negara itu menindas dan karena penindasan pada hakikatnya tidak baik, maka Negara pada dasarnya jahat; dan selanjutnya Negara dapat dihilangkan sebagaimana setiap kejahatan yang tidak diperlukan itu harus dihilangkan dengan jalan menggantikannya dengan perkumlan-perkumpulan sukarela. 

Memang pandangan seperti ini berbeda pandangan jauh dengan Demokrasi, karena dianggap jauh lebih tidak terpadu misalnya dari pemikiran William Godwin, Kropotkin, Mikhail Bakunin, Proudhoun dan lain-lain yang menyodorkan gagasan mengenai Anarkisme yang menganggap Negara tanpa penguasa. Memang terkesan purba jika menghadirkan kembali percakapan terhadap kelompok oposisi terhadap eksistensi Negara misalnya  kelompok anarkisme. Tapi yang terjadi di Jakarta dan Bandung, sungguh saya melihat mereka seperti bukan berasal dari kelompok anarkis ideologis, namun Cuma sekedar kelompok sempalan yang mungkin bisa saja berada dalam “perintah” atau “bayaran” belaka. Kita tidak pernah lepas dari issu pembangkangan kelompok terhadap Negara belakangan ini, ada isu komunis, isu pendirian Negara khilafah, isu kelompok terror seperti ISIS, Isu kelompok criminal dan bersenjata seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) sampai isu gerakan radikalisme dibeberapa daerah yang ada di Indonsia. 
Share:

Kehadiran Kembali ; Wujud “purba” Sainsosialism

Ilustrasi

Sebelum huru-hara awal 2020 ini terjadi, re; covid19. Dunia disibukkan dengan pementasan tekhnologi tingkat tinggi dan perang dagang yang angkuh. Dimulai dari perlombaan senjata hypersonic yang baru baru saja diakhir tahun 2019 antara Negara Rusia, Amerika Serikat dan China. Ke tiga Negara besar ini selalu mempunyai “efek kejut” bagi Negara lainnya dan analisis perang dunia seolah sudah ada di depan mata dengan adanya tanda-tanda perlombaan senjata yang tidak main-main penciptaannya dengan menggunakan kecepatan suara, tekhnologi perang yang mampu menghancurkan kota dalam hitungan menit. Seolah olah dunia berputar kepada tiga Negara adidaya tersebut. 

Aroma perang dingin 73 tahun silam masih sangat menimbulkan bau mesiu dan ketegangan tiap saat. Perang yang lebih mengesankan sebagai pertempuran ideologi sosialisme komunis dikenal Blok Timur yang dikomandoi Uni Soviet melawan Ideologi Liberal kapitalis disebut Blok Barat yang digawangi oleh Amerika Serikat. Bahkan sampai sekarang ideologi bukan lagi menjadi suatu persaingan nyata tapi ideologi sudah menjelma dan melekat pada ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya, politik pemerintahan, pertahanan dan keamanan, dunia kesehatan, seni, arsitektur dan tentunya persaingan ekonomi dan pengaruh nilai mata uang. Segala bentuk persaingan ini merupakan persaingan dengan menggunakan kekuatan system Negara dan kekuatan otak rakyatnya. 

Pada beberapa waktu terahir ini, kita merasakan kembali kehadiran Negara Sosialisme yang tiba-tiba juga menjadi pusat perhatian dunia seperti Negara Kuba. Dimana mereka tersebut mengirimkan relawan seperti tenaga kesehatan Dokter dan Perawat berangkat menuju Negara yang diserang pandemik global luar biasa seperti Italia, walau sebelum Italia berangkat Biro departemen Luar Negeri Amerika serikat sudah menuduh duluan Negara Kuba akan menanamkan propaganda di Italia dan mengeksploitasi pekerja perawat kesehatan yang ada di Italia. Sedikit pandangan Von Zlavoc Zizec dalam tulisannya berjudul The End of the World As We Know It” menjelaskan mengenai spekulasi yang sering terdengar hari ini bahwa corona virus dapat menyebabkan jatuhnya pemerintahan Komunis di Cina, dengan cara yang sama bencana Chernobyl adalah peristiwa yang memicu berakhirnya Komunisme Soviet yang terjadi tahun 1986. Tetapi ada paradoks di sini: corona virus juga akan memaksa kita untuk menemukan kembali Komunisme berdasarkan kepercayaan pada orang-orang dan dalam sains. Spekulasi tersebut menurut Zizek ingin dihubung-hubungkan dengan kejatuhan pemerintahan komunisme di China saat ini seperti yang terjadi bencana Chernobil yang mengerikan karena ledakan nuklir dan paparan radiasi yang menyebabkan penyakit kanker tiroid, dan sampai hari ini pun wilayah Chernobyl menjadi kota hantu lantaran masih dimungkinkan radiasi berbahaya itu kemudian masih aktif. 

Spekulasi Chernobyl ini ternyata tidak begitu nyata hubungannya dengan kejatuhan pemerintahan China, malah membuat pemerintahan China menjadi kokoh dan bangkit dengan cepat dikarenakan kekuatan sains dalam bidang kedokteran yang membuat kita harus mengakui negeri tirai bambu ini bukan kaleng-kaleng. Seperti halnya dalam pandangan Yuval Noah Harari dalam tulisannya berjudul “the world after corona virus” saya melihat dunia setelah Pasca Corona, umat manusia akam lebih percaya Saintis ketimbang teori konspirasi yang dibuat oleh pejabat dan media. Inilah masa yang akan membuat lompatan besar kemanusiaan dalam mengelola Saintis dalam kehidupan Individunya masing masing.

Ada kesamaan antara Zizek dan Harari dalam melihat gejala ini, sama-sama melihat bahwa sainstisme bekerja membangun solidaritas global. Solidaritas global inilah yang kemudian menurut hemat Zizek bisa jadi penemuan kembali Sosialisme dalam bentuk yang paling menarik yaitu Saintisme. Saya kemudian berfikir apakah Saintisme akan menjadi sebuah bentuk Ideologi menyamai layaknya Sosialisme dan Kapitalisme yang menguasai peradaban? Tidak sekedar dan semata pendekatan ilmiah saja? Sehingga dalam bahasa Steven Pinker dalam bukunya menjelaskan tentang “pencerahan sekarang juga” membela nalar, sains, humanisme dan kemanusiaan.

Dalam pemahaman Steven bahwa ide-ide yang berkuasa dari setiap zaman pernah menjadi ide-ide dari kelas yang berkuasa. Karl Marx tidak memiliki kekayaan dan tidak memiliki pasukan, tetapi ide-ide yang dia tulis di ruang baca Museum Inggris membentuk jalan abad ke-20 dan seterusnya, yang merenggut nyawa miliaran orang. Itulah zaman yang menurut Steven berkembang, menguasai sesuai dengan ide-ide kelas yang berkuasa sebelumnya. Menurutnya kembali, bahwa sains tidaklah cukup untuk membawa kemajuan, bahwa segala sesuatu yang tidak dilarang oleh hukum alam pasti bisa dicapai, dalam terang pengetahuan yang benar. Pengetahuan tersebut digunakan untuk memaksimalkan perkembangan manusia, kehidupan, kesehatan, kebahagiaan, kebebasan, pengetahuan, cinta, kekayaan pengalaman dapatlah disebut sebagai Humanisme. Itu adalah cita-cita setiap umat manusia di muka bumi ini. 

Namun ada sedikit perbedaan dari “Revolusi Humanis” Yuval Noah Harari, beranggapan bahwa inti dari revolusi religious modernitas bukanlah kehilangan kepercayaan kepada Tuhan; melainkan mendapat kepercayaan pada kemanusiaan. Dan itu butuh kerja keras berabad-abad. Mungkin hari ini,  bumi lelah dengan perang, perang tekhnologi, perang ideology, perang antar bangsa yang hampir melenyapkan manusia dan kemanusiaan, terlebih perang kepentingan dagang yang umurnya semakin purba namun tetap menggejala dalam proses produksi yang baru dari hari ke hari. Kolonialisme bahkan tak pernah bisa melupakan mantan koloninya yang kemudian tetap berjejaring menjadi revolusi koloni abad modern.
Share:

Aisyah, Luhut Panjaitan dan Kecemasan Donald Thrump; Sebuah Catatan Realitas


Ilustrasi 

Aisyah Perempuan Cerdas
Belakangan ini peristiwa dan kecemasan seolah berjalan beriringan. Ada yang menganggap bahwa bencana ini akan segera berlalu di Indonesia lantaran keyakinan agama yang dipeluk dengan erat membawa Manusia Indonesia pada prinsip yang seolah olah mereka tidak merasakan terjadi “bencana” yang menghebohkan dunia saat ini. Masih banyak kehebohan yang lucu dan menggemaskan yang menghiasi Indonesia saat ini.  Katakanlan lagu Aisyah, lagu popular sejak 2019 diciptakan oleh penyanyi Malaysia bernama Projector Band yang dicover ulang oleh grup Nisa Sabyan dan kemudian dicover secara bergantian oleh para netizen dan para lelaki kekar dengan gaya bersyahdu-syahdu, dan tak lupa cover viral seorang Bapak yang menyetir dan dinyanyikan oleh empat (4) perempuan cantik-cantik dan masih muda, entah Istri dan tiga (3) anaknya yang di belakang ataukah  semua berstatus istri. Yang tampak menjadi pro kontra di mulut manis netizen melihat video sang Bapak yang merasa kegantengan divideo tersebut. Lagu Aisyah jadi Viral bahkan bertengger di puncak trending Youtube mengalahkan topic Covid 19, itulah Netisen Indonesia.

Lagu Aisyah ini menarik dibahas, lantaran kesannya menampilkan sosok Aisyah yang menurut hemat penulis jauh dari Aisyah itu sendiri, bahkan Ibunda Aisyah dikenal haus akan ilmu pengetahuan dan ketekunan dalam belajar ya teladan dalam ilmu pengetahuan, makanya Aisyah mewarisi sifat ke Ulumuddinan dari sang Ibunda. Kita ketahui  dalam membaca soalan Rasulullah, Aisyah digambarkan menguasai banyak ilmu seperti Hadist, Fiqih, Bahasa Arab dan Ilmu Syair. Bahkan Aisyah menjadi tempat bertanya persoalan Hukum Agama oleh para sahabat dan kaum wanita dikarenakan Aisyah pun juga adalah yang terdekat juga dengan Rasulullah. Tapi setelah mendengan syair Lagu Aisyah yang sedang trending ini menjadi geli sendiri lantaran lirik yang terlalu sederhana menggambarkan Aisyah hanya seputaran merahnya pipi, bermanja mengikat rambut, romantis dan lain lain, mungkin karena sesuai dengan pendengaran pasar ditambah lirik nada dan aransemen sehingga mencari puncak trending Youtube. silahkan dengar sendiri. Hehehe. Bahkan banyak juga menggubah lagu itu menjadi istri Rasulullah yang lain, seperti Sitti Khadijah. Semoga pro kontra ini membawa berkah dan kecintaan terhadap Nabi dan Keluarganya. Amin.

Perang Luhut Panjaitan
Karakter netizen Indonesia memang agak susah diterka, ditengah tragedi Covid19 yang menghantam dunia, bagaimana semua Negara menyatakan perang melawan tragedy ini dengan tiap saat diberitakan di media internasional. Namun beda dengan alam politik yang ada di Indonesia, politik lebih tinggi posisinya dibanding apapun yang terjadi di bawah langit. Hahahaha… bersamaan dengan lagu Aisyah yang trending, ada Pak Luhut Panjaitan seorang menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Kabinet Indonesia Maju periode 2016-2024. Beliau ini juga menjadi bulan-bulanan netizen sampai digelari sebagai the real “presiden” oleh lawan politiknya. Tak tanggung-tanggung beliau mendapat serangan publik lantaran melalui stafnya meminta kepada Muhammad Said Didu, seorang oposisi mantan Pegawai Negeri Sipil yang dulu membela Prabowo saat Pilpres 2019 yang sangat  kritis di twitter untuk melaporkan segala sesuatu kebijakan Negara sesuai dengan porsi pengalamannya yang pernah bekerja menjadi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), pernah menjabat sebagai Petinggi BUMN dan pernah juga terpilih menjadi Anggota MPR saat tahun 1997. Dan tak pula lupa kepemimpinan Pak Jokowi periode Pertama Pak Said Didu satu ring dengan Pemerintah dan diberi jabatan sebagai Staf Khusus Menteri ESDM tahun 2014-2016.

Walhasil, lewat Video wawancara Said Didu di Kanal Youtube dianggap memfitnah Pak Menteri Menko Maritim dan dianggap menyerang Pribadi dengan ucapan “Luhut hanya pikirkan uang, uang dan uang” saya tidak melihat beliau memikirkan  membangun bangsa dan Negara, memang karakternya demikian, hanya uang dan uang”. (Video Wawancara Youtube). “Perkelahian” ini pun menjadi bulan bulanan netizen sehingga trending topik dengan tagar #WeAllStandWithSaidDidu lantaran diancam oleh Pal Menko Maritim untuk segera minta maaf selang 48 jam jika tidak maka akan menempuh jalur hokum sesuai dengan perundang undangan yang berlaku seperti pasal tentang Hate Speech terkait ITE jika dianggap menyebarkan ujaran kebencian seperti memprovokasi, menghasut serta kabar bohong melalui sosial media. Pak Said Didu memang tergolong pro kontra lantaran kasus “perangnya” dengan Pak Menko Luhut saat ini, juga pada saat tahun 2016 silam, Almarhum Gusdur pernah mengadukan Pak Said Didu ke Komisi Pemberantasan Korupsi saat berposisi sebagai Sekretaris Menneg BUMN. Persoalan persoalan kebangsaan yang mengalahkan populernya Covid19. Hehe

Kecemasan Donald Thrump
Dilain benua, ada kecemasan luar biasa dari seorang kepala Negara seperti Donald Trump dengan kasus tertinggi Covid19 bahkan tiga kali lipat dari Negara China. Ya Kecemasan Amerika yang mendunia, dengan catatan kematian 1500 an korban dalam sehari dan yang terinveksi bisa sampai 20 Ribu warga dalam sehari. Kebijakan Lockdown di Amerika membuat Donald berkomentar bahwa Lockdown berkepanjangan bisa menghancurkan Amerika, bahkan dalam pidatonya menganggap “Corona adalah Flu yang menelan ribuan orang tapi Negara ditutup, padahal kecelakaan transportasi lebih tinggi daripada Corona sementara Perusahaan Mobil tidak ditutup”. Ya sontak penulis tertawa lewat pendapat Donald yang terkenal gokil ini. Dan tentu pernyataan seorang kepala Negara sudah diintai oleh para pengamat baik dalam maupun luar negeri, terlebih pada keputusan-keputusan strategis Donald Thrump. Ya selain Video yang selalu Viral, Bapak satu ini memang mudah dipantau di Twitter apakah ketakutan baik kecemasan terlebih saat Iran menyatakan Perang kepada Amerika dengan menghabisi posko posko militer Amerika tapi tak ada perlawanan sampai sekarang. Dan yang menjadi kecemasan berikutnya adalah persoalan ekonomi Amerika yang telah mengumumkan angka pengangguran mencapai 6,6 juta pengangguran berdasarkan rilisan data Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat. Ini merupakan pertanda kejatuhan ekonomi Amerika sejak diserang wabah Covid19 walau sebenarnya Donald Thrump menjanjikan kemenangan terhadap Covid19 pasca perayaan Paskah nanti di Amerika April bulan ini. Dengan nada perintah pada status twitter meminta kepada para perusahaan mobil seperti Ford Motor, General Motors dan Tesla untuk segera memproduksi ventilator (alat bantu pernapasan) dan alat alat kesehatan lainnya, walau sebenarnya peralatan medis seperti ventilator bukanlah bidang kerja dari perusahaan otomotif tersebut. Dalam kecemasan wabah ini, ada system yang masih bekerja dalam senyap, seperti kerjasama global, perang dagang sampai pada perang produksi alat kesehatan yang tetap berada pada level jual beli, penulis akan singgung pada pertemuan kita berikutnya pada layar kita masing-masing. hehe

Share:

Huru-hara Covid 19

Ilustrasi

Diawal, tulisan viral ini menyinggung soal Masyarakat Kaya dan Miskin atau padanannya Kelas Menengah dan Kelas Bawah. Tapi saya lebih suka menyebut Masyakat Kaya dan Masyarakat Miskin seperti sudah sewajarnya budaya yang terjadi di masyarakat kita sudah seperti itu.
Dalam keyakinan Masyarakat Hindu mereka mengenal batas dan toleransi pribadi yang berkelas. Ada kelas atau Kasta paling tinggi Brahmana adalah orang yang mengabdikan diri pada kerja-kerja spritual seperti Rohaniawan, pendeta atau seorang Imam. Kelas berikutnya ada Kesatria, adalah orang yang memimpin lembaga atau kepala pemerintahan. Kelas ketiga ada kelas Waisya, adalah kelompok orang yang memiliki pekerjaan dan harta bendanya sendiri seperti nelayan, petani, pedagang. Dan kelas keempat adalah kasta Sudra, orang yang melayani ketiga kelas diatas.
Jika berbicara soal kelas dalam masyarakat hindu kita sebagai mayoritas Umat islam tidak mengenal akan adanya kasta tapi anehnya dalam level kelakuan dan keakuan masyarakat islam malah tidak sadar sedang mementaskan perlakukan dan perakuan tidak lebih sebagai masyarakat yang berkasta malah lebih hebat lagi mempertontonkan kelakuan kelas dalam ranah publik.
Tulisan Abang Saprillah Syahrir Al-Bayqunie tentang Covid 19 dan Relasi Kelas menegaskan bahwa kelas menengah ini mempunyai masalah yang kompleks, darinya masalah ini menjadi masalah komunitas berkembang menjadi masalah kelompok luar sampai benrkembang kepada kelompok negara sampai negara luar. Tapi sekali lagi saya lebih suka menyebutnya masyarakat kaya. Masyarakat kaya ini punya penyakit yang menjengkelkan, omongan mereka dianggap pintar dan didengar. Bukan karena yang mereka katakan itu adalah sebuah kebenaran melainkan karena posisi identitasnya saja sebagai orang kaya sehingga mereka dianggap kebenaran. Teringat kata "Rene Descartes" aku kaya maka aku ada. Aku kaya maka aku benar.
Sikap orang berada ini yang menjengkelkan ditengah wabah Covid 19 ini, dan wajah mereka berupa rupa. Ada yang berwajah provokator, ada yang berwajah teriak lock down tapi sejatinya lick down, ada yang berwajah fundamentalis, cari panggung atau pansos (panjat sosial) level buzzer sampai penimbun masker seperti ngototnya para pembahas UU Omnllibus Law itu.
Tulisan yang viral ini mmg viral dikalangan kelas menengah atau masyarakat kaya, sampai berseliweran di grup2 Whatsapp saya, sampai alamat tulisan web ini diunggah cukup "mengganggu" fikiran saya, siapa punya gerangan Website dari tulisan viral ini, apa punya masyarakat kaya? Cukup mengganggu lantaran baru membaca sanggahan produktif dari saudara Muhamad Ridha soal borok kapitalisme. Ternyata berasal dari website plat merah yang menurutku cerdas, garang dan rekomendid dijadikan rujukan selama sosial distancing ini. Ya cukup "mengganggu" dan membuat saya ingin berkata kata mewakili kelompok sudra. Terima kasih Bang Kyai Saleh. Mohon maaf. 
Share:

Actant; Aktor non manusia ; Aktor Pengendali


Ilustrasi

Tulisan ini juga "cukup menggangu" lewat di WA Grup (https://langgar.co/revolusi-covid-19/). Berat tapi bisa dicerna dengan baik, analisisnya yang tidak biasa membuatnya viral, ya tetap menggunakan bahasa kelas dan marxian sebagaimana telah banyak yang menyitir opa satu ini, namun tulisan ini menarik lantaran tidak menggunakan "name dropping" yang berlebihan walau sebenarnya dia dituduh seperti itu, dengan menggunakan atau menyitir nama tokoh dalam analisisnya agar penulis terlihat mengesankan. Baginya menyitir tokoh adalah sebuah kritik substansi dan kebutuhan. Tapi terlepas oleh itu semua saya secara pribadi menganggap tulisan ini berkelas.

Entah kenapa, akhir akhir ini saya rajin mengumpulkan tulisan-tulisan dengan gaya yang sederhana namun mengganggu lini masa dengan viralnya sebuah tulisan tanpa banyak menyitir nama tokoh, penulis terkenal lainnya agar si penulis terlihat keren dimata pembaca. Taktik dan strategi menulis seperti itu mmg perlu sampai pada makom spritual tertentu kali yah. Hehehehe

Tulisan ini mendapat "banyak perhatian" untuk tidak mengatakannya sebagai kritik lantaran menganggap bahwa ada kekuatan lain selaim manusia yang bisa meluluhlantakkan sebuah negara ataupun peradaban, ya dia menyebut itu sebagai Actant sebagai aktor non manusia. Yang bisa membuat sebuah negara dengan secepat kilat merumuskan ulang kebijakannya mulai dari kebijakan ekonomi sampai pada pemenuhan kebutuhan dimasa masa yang darurat seperti yang terjadi di negara maju sampai di negara berkembang seperti Indonesia.
Saya tertarik pada kata Actant, aktor non manusia ini. Memang sempat tidak terpikir apa hubungannya virus dengan sebuah revolusi? Bukankah revolusi kita kenal ya seperti level revolusi pada umumnya kajian kajian marxian? Ada kelas borjuis ada proletar. Namun ternyata yang membuat banyak perhatian adalah kata Actant, sebagai aktor non manusia yang dianggap mampu merevolusi sebuah negara.

Bruno Latour yang penulis gunakan hingga menyebut kata Actant, seorang ilmuan Sosiolog Prancis dengan memperkenalkan teori Jaringan aktor yang dikenal dengan ANT (Actor Network Theory). Teori jaringan inilah yang kemudian penulis anggap Covid 19 sebuah aktor non manusia yang kuat lantaran berada dalam jaringan Actant ini juga bisa disebut sebagai aktor pengendali tatkala berada dalam jejaring yang mempunyai aktifitas, peranan sampai perhatian. Covid 19 sebagai aktor non manusia dan sebagai aktor pengendali menjadikan dirinya sebagai pusat aktifitas, pusat peranan dan pusat perhatian seluruh dunia, sebuah perhatian yang telah mampu membuat realitas, ya sebuah realitas dan hadir sebagai realitas baru, walau sebenarnya wabah virus seperti ini telah ada sebelumnya.

Arah perhatian dunia melihat krisis ini sepeeti bersamaan ingin melihat dunia pasca Covid 19. Ada yang meramalkan kapitalisme akan tumbang lantaran limit pertumbuhan ekonomi dunia terhambat. Ada juga yang meramalkan bahwa sekarang kerja kerja sosialisme terlah berjalan dimana negara seperti China dan Kuba sedang mempraktekkan bantuan kemanusian dengan mengirimkan tenaga ahli medis mereka untuk menolong para negara maju yang takluk akan covid19 seperti yang dijelaskan oleh Harari tentang kebangkitan Sosialisme. Ada juga yang meramalkan bahwa kehidupan sainstis akan berkembang dalam masyarakat yang tterdampak covid19 akan mulai memperhatikan Pola hidup bersih dan sehat dengan baik, sehingga praktek praktek teori konspirasi para politikus dan para kelompok fundamentalisme agama tidak serampangan lagi berbicara konspirasi sebagai kebiasaan masturbasi intelektual.

Untuk selanjutnya, kita tetap berharap bahwa wabah ini segera menemukan jalan pulang. Amin.
Share:

Antara Teologi Splinter Prof Azyumardi Azra dan Teomorfik Manusia Prof Wahyuddin Halim.

ilustrasi

Tulisan kali ini masih menyorot soal Covid 19. Pagi ini saat menyorot data dunia saat mengakses https://www.worldometers.info/coronavirus/ disitu dijelaskan dengan sangat mendetail tentang Grafik kasus, grafik kematian, grafik inkubasi, total kesembuhan, sampai dengan kasus baru. Masing masing negara terdampak paling berat seperti negara Prancis yang hari ini telah bertambah +1.355 kematian, ada Spanyol +961 kematian, Amerika +784, dan Italy +760 kematian. Merupakan deretan negara maju dengan kematian yang tinggi dalam grafik worldometers. Dan tentu grafik perkembangan terbaru ini menjadi percakapan heboh pagi ini di lini masa. ada yang mengaitkan bahwa pandangan seseorang dipenuhi dengan pandangan kecemasan sehingga melihat angka-angka yang meninggal dalam grafik itu hanya sebagai sederetan angka statistik bukan pada manusianya.

Ada yang beranggapan agamis tetap pada pendirian dan cenderung "BAHAGIA" melihat kelompok negara maju seperti Amerika, Prancis, Spanyol yang menempati kasus paling banyak di dunia mungkin karena sejarah kolonialisme masa silam yang membuatnya seolah merasa dendam terbalaskan dan menganggap bahwa "Tuhan" dalam fikirannya telah memberikan azab kepada mereka. Anggapan seperti ini subur, terlihat dan berseliweran di lini masa kita masing masing. ingin menyanggah namun bukan saatnya untuk berdebat, hanya bisa sedikit menahan diri agar imun dan konsentrasi tetap terjaga dengan baik. Kemarin saya mempelajari 2 tulisan bersambung Prof Azyumardi Azra soal Splinter Agama, beliau melihat ini sebagai fenomena praktik Splineter di kalangan umat beragama baik di kalangan Nasrani, Hindu, Budha, Muslim dan kelompok lain.


Fenomena seperti ini seperti sama, kompak dan betul terjadi tanpa memandang kelompok, identitas, status sosial. Fenomena Teologi Splinter seperti ini "lumayan" menjengkelkan lantaran seseorang terlalu percaya diri akan keimanan, akhlak yang akan menghalau segala bentuk bencana dan wabah dibawah pemimpin ataupun Imam mereka. Himbauan negara dihiraukan apalagi himbauan Kesehatan Nasional juga ditampik. Walhasil, mereka mereka tetap menyelenggarakan ritual keaagamaan dengan jemaah yang besar kapasitasnya yang hadir. itulah yang membuat Amerika kewalahan mencegah perkembangan Covid 19, dominasi Teologi Splinter yang beranggapan "Tuhan menjanjikan perlindungan bagi diri kita dari semua hal ini (bahaya virus)", kelompok politisi yang mencari panggung juga beramai-ramai mendukung narasi tersebut bahwa tidak ada alasan yang kuat untuk menutup semua tempat tempat ibadah, ritual keagamaan harus tetap dilanjut, dominasi teologi splinter seperti ini ada disemua agama dan terjadi diwaktu yang bersamaan.

Narasi seperti inilah yang membuat kesesatan ditengah pandemik global yang menyepelekan komitmen global dan komitmen keberagamaan. Merasakan fenomena seperti ini, saya teringat pada konsep Negara Moral Al Ghazali, walau Al Farabi juga mempunyai konsep negara Ideal yang berbicara soal wahyu dan intelektual yang kemudian menghubungkan pengelolaan negara, kekuasaan maupun etika politik. Disini sedikit menyinggung Negara Moral Al Ghazal yang memperkokoh komitmen moral kerakyatan dengan keimanan untuk mendukung pemimpin. Ditengah pandemik global seperti ini malah terlihat suatu "peluang" menarik untuk menjatuhkan rezim bahkan menggugat ke pengadilan yang dilakukan oleh para politisi, para buzzer bayaran yang hanya sekedar mengolok olok segala kebijakan yang dihimbau oleh Pemerintah, hanya di Indonesia Covid19 ini berasa Pilpres 2019 lalu masih ada Rasa Cebong dan Rasa Kampret!!! Dan tentunya, mempercayai para kelompok seperti mereka ditengah huru hara Covid19 sepertinya sia sia.

Fenomena Teologi Splinter ini dipupuk oleh kelompok kelompok yang senang bertikai, mereka saling beradu argumen, yang satu mengolok satunya menjelaskan. yang satu melempar Tesis satunya Mengantitesis. Fenomena ini yang kemudian disebut pagi hari ini oleh Prof Wahyuddin Halim sebagai Teomorfik manusia; bahwa manusia sebagaimana adanya dan sesuai maksud penciptaannya oleh Tuhan; bahwa ia tidak dapat menjadi sesuatu yang terbelah atau tak lengkap, dan ditutup oleh pernyataan Frithjof Schuon, Tugas mendasar manusia adalah menjadi manusia apa adanya. Kaliman ini yang membuat saya kemudian juga teringat akan kesalehan individual seorang dalam beragama; sampai sejauh mana mereka selama ini hadir dalam kegiatan2 ritual keagamaan sebelum Covid19 sehingga mampu menjadi corong Splinter dan Corong Teomorfik.

Sejauh mana pencapaian keyakinan spritual mereka sehingga mampu membuat gaduh dan merasa memiliki dukungan pada hukum syariat; dan sampai sejauh mana pemahaman spritual mereka sehingga merasa mendapatkan ketaatan yang menyeluruh dan mendapat legitimasi publik, selain kegaduhan dan keributan tiap harinya. Kita akui dominasi Spliter dan dominasi Watak Teomorfik ini pasti akan bertemu, walau kita tahu Dunia saat ini seolah kembali bernafas dan perubahan iklim dalam skala yang besar. Penurunan aktivitas manusia, pabrik industri dan transportasi massal dihentikan yang menyebabkan asap polusi, tidak ada pembalakan liar, penebangan pohon, laut menjadi tenang. Jika melihat animasi visual digital berdasar proyeksi satelit milik Amerika yang dirilis laporan dari Science Alert sejak 1 Januari sampai 11 Maret 2020 kemarin yang diberi nama "Breathing Earth" memperlihatkan tingkat kehijauan di bumi dan penurunan besar dari polusi udara secara khusus nitrogen dioksida industri dan transportasi, hal ini terjadi seiring dengan pengurangan aktivitas manusia di rumah.

#tetapkidirumah
#salammakki
Share:

About Me

My photo
Diri Umar Bakri. Pengoleksi Buku lapuk. Peminum Kopi Kapal Api. Berusaha melancongi imajiner tiap waktu.

Pengunjung Blog

Followers

"Buku harus dijadikan kapak untuk memecah lautan beku dalam diri kita" #Franz Kafka