Ilustrasi
Kembalinya Charles Darwin “bergosip”
Beberapa
waktu saya sempat kepikiran dengan seorang tokoh sejarah pemikir baru dalam
dunia kepenulisan dengan melahirkan tiga buah buku yang best seller dan
tentunya menarik bagi pembaca dunia kesejarahan dan konstruksi dunia baru,
dikarenakan sosok buku tersebut menjadi piso analisis untuk segala macam
peristiwa yang terjadi pada akhir 2019 dan awal 2020. Buku yang saya maksud
adalah “Sapiens ; Riwayat Singkat Umat Manusia”
karya Yuval Noah Harari, seorang ahli sejarah dan Guru Besar di
Jerussalem. Merasa kepikiran lantas namanya menjadi rujukan dan “setiap” teman
dan kawan diskusi seolah berbicara sosok Yuval, tiba-tiba menjadi “legend”
layaknya meteor dukhan yang diperkirakan oleh seorang ustad pakar kiamat yang
memprediksi melalui hitung-hitungan manusia akan menabrak bumi dan akan
mengakibatkan kekacauan bernama dukhan pada 15 ramadhan lalu, tapi boong (skip).
Diawal buku Sapiens ini sudah memulai berbicara mengenai hal revolusi, dengan
membagi revolusi menjadi tiga bagian yaitu revolusi kognitif yang terjadi
70.000 tahun silam, revolusi pertanian 12.000 tahun silam dan revolusi sains
yang baru berlangsung 500 silam. Revolusi tersebut dianggap sangat berpengaruh
pada umat manusia dan makhluk hidup. Yang menarik buku ini kemudian diendorse
oleh tiga tokoh besar diantaranya Barrack Obama, Bill Gates dan Pemilik
Facebook Mark Zuckerberg juga sempat mengutip dan membandingkan Ibnu Khaldun
dalam karya Mukaddimah mengenai buku sejarah. Walau sebenarnya agak
mengherankan juga di bab awal sapiens seolah membaca kembali teori Darwin yang
membuat heboh tahun 2000an soal manusia berasal dari kera dan Yuval berkata “suka atau tidak suka, kita adalah anggota
satu family besar dan sangat berisik yang disebut kera besar”.
Di awal saya merasa bahwa keterkenalan seseorang secara tiba-tiba mungkin butuh proses, ataukah semacam settingan tertentu terhadap ide dan gagasan berupa narasi besar, namun saya melihat ada kecenderungan untuk kembali menjadi “seseorang” yang dahulu telah popular di masanya. Mungkin Yuval Noah Harari seperti ingin menjadi “Charles Darwin” yang popular pada abad ke 18 silam dan mencoba mengulang kepopuleran itu kembali lewat karya Sapiens, beberapa paragraph ditemukan semisal “SEPUPU kita simpanse hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas beberapa lusin individu. Mereka membentuk pertemanan yang erat, berburu bersama-sama, dan bertarung bahu membahu melawan babun, citah dan simpanse musuh”. Kalimat tersebut adalah bentuk penekanan seperti yang saya sebutkan diatas bahwa manusia berasal dari golongan kera besar. Bisa jadi dengan mengulang kembali teori-teori popular bisa menjadikan seseorang menjadi populer apakah mengundang diksi pro maupun kontra. Seperti dalam perkataan Yuval dengan mencontohkan lagi “simpanse adalah kerabat kita yang paling dekat, enam juta tahun yang lalu, satu kera betina memiliki dua putrid. Yang satu menjadi nenek moyang semua simpanse, yang satu lagi adalah nenek moyang kita.” Jika mengkaji lebih telisik lagi memang kedengaran bahwa perulangan kalimat seperti ini adalah mengulang kepopuleran teori evolusi Charles Darwin yang heboh sampai pada abad ke 20.
Seperti
membaca bagaimana kawanan hewan atau binatang seperti simpanse dijelaskan bahwa
mereka berkelamin jantan dan betina yang membentuk koalisi di antara
anggota-anggota kelompok yang mempunyai hubungan layaknya manusia yang akrab
dengan keseharian seperti mampu berpelukan, bersentuhan, berciuman dan
tolong-menolong. Hal seperti ini memang kita bisa melihat dalam aktivitas
kebinatangan jika kita menonton acara TV seperti National Geographi tentu itu
adalah aktifitas yang dimiliki oleh binatang, berbeda jika George Orwel dalam
buku novel atau lebih tepatnya dongeng Animal Farm yang menjelaskan sebuah
narasi sekelompok binatang yang mencoba menggulingkan kekuasaan manusia karena
menganggap manusia melakukan perbuatan yang melukai para hewan tepatnya
menindas. Jika dibandingkan dengan Yuval dalam Sapiens juga menunjukkan narasi
yang serupa misalnya Simpanse ini layaknya politikus manusia yang saat kampanye
pemilu berkeliling untuk berjabat tangan dan mengecup bayi, demikian pula para
kandidat yang berebut kedudukan puncak dalam kelompok simpanse menghabiskan
waktu memeluk, menepuk punggung dan mencium bayi simpanse. Aktifitas sekelompok
hewan ini persis dalam dongeng Animal Farm yang ditulis untuk menyinggung
kekuasaan totalitarianisme Uni Soviet pada saat perang dunia ke dua. Dalam
teori Yuval dijelaskan teori Gosip, kawanan simpanse ini akan berkumpul dalam
bentuk kawanan sebanyak dua puluh sampai lima puluh untuk berkumpul dan
membentuk tatanan sosial seperti dengan manusia yang akan membentuk kelompok
yang diikat oleh cerita-cerita informasi sampai 150 orang yang saling bertukar
informasi baik dalam bentuk surat elektronik, panggilan telepon ataupun kolom
surat kabar hanya untuk bergosip dan mengokohkan kelompok masyarakat, bisnis,
jejaring sosial sampai mendapatkan hubungan akrab melalui penyebaran rumor,
perlu satu cerita satu emosi untuk mendapatan tatanan sosial tapi tidak boleh
melebihi dari tatanan sosial 150 orang, jika lebih maka tatanan sosial tersebut
akan mengalami krisis. Kira-kira seperti itu pandangan rumor Yuval
mendefinisikan Simpanse yang menjadi sepupu manusia yang terbatas keakraban
dalam kelompok.
***
Kemunculan Fiksi
Buku
Sapiens, membahas tiga revolusi besar diantaranya revolusi kognitif, revolusi
pertanian sampai dengan revolusi sains. Revolusi inilah yang kemudian menjadi
penghubung bagaimana bab pemersatuan umat manusia yang menjadi core idea dalam
buku ini mengenai riwayat singkat umat manusia. Dalam penjelasan sebelumnya
mengenai tatanan sosial 150 orang ternyata homo sapiens yang dimaksud disini
adalah yang bisa melampaui tatanan ajaib angka 150 orang ini, maka disitu
kerja-kerja kelompok homo sapiens sehingga bisa mendirikan kota-kota yang
berisi puluhan ribu penduduk tanpa takut
akan kutukan krisis jika melampaui jumlah 150 orang, tanpa takut bisnis dan
peradabannya gulung tikar jika melampaui angka ajaib tersebut. Bagaimana homo
sapiens mampu mendirikan imperium-imperium yang bisa memerintah ratusan jiwa
tanpa takut dengan kutukan krisis dan gulung tikar, bahwa menurut Yuval,
barangkali adalah kemunculan fiksi. Yah, Yuval dengan tegas menyebut kemunculan
fiksi yang bisa membentuk imperium, kota-kota besar sampai peradaban puluhan
ribu bahkan ratusan jiwa bisa sukses bekerja sama berkat adanya mitos-mitos
bersama yang mereka percayai. Namun yang dicontohkan adalah bukan imperium atau
kota-kota besar melainkan sebuah perusahaan otomotif yang dianggap sebuah
imperium yang bernama Peugeot, salah satu produsen tertua dan terbesar di Eropa
yang bermula sebagai bisnis keluarga kecil di desa dan kemudian sukses dan
mengembangkan perusahaan tersebut dan mempekerjakan sampai 200.000 orang
diseluruh dunia jika dibandingkan dengan jumlahnya yang banyak maka 200.000 itu
bisa ditempati oleh satu distrik tertentu atau katakanlah satu kabupaten dengan
populasi sebanyak itu. Yuval melihat sebuah negara dengan melihat perusahaan
sebagai contoh kecil atau miniatur negara, bagaimana negara itu berproduksi,
mempunyai mekanik, akuntan, mempekerjakan sekretaris sampai pegawai negara,
mengelola keuangan, saham, seperti layaknya cara kerja perusahaan. Perusahaan akan
tetap utuh dan berjalan dengan baik jika orang-orang yang bekerja didalamnya mempertahankan
tradisi mitos atau fiksi tentang keberhasilan yang mereka sepakati bernama “Fiksi
Hukum”. Perusahaan diikat oleh hukum-hukum perusahaan atau negara dimana
perusahaan tersebut berada atau beroperasi. Kekuatan fiksi dalam fikiran Yuval
terlihat terstruktur bagamaina dia beranggapan bahwa keberhasilan Sapiens atau
manusia bekerjasama dengan hal-hal asing sehingga membuat bisa menguasai dunia,
sementara hewan lain memakan sisa-sisa dari manusia dan simpanse yang lain
terkurung dalam kebun binatang dan menjadi alat peraga dan riset laboratorium
penelitian. Terlihat plot yang absurd namun seperti itu cara pandang Yuval
memperlakukan fiksi sebagai hayalan dan mitos-mitos penciptaan. Bukan hanya
pemenang yang menciptakan sejarah, namun juga ilmuan sangat bisa menciptakan
ilusi, delusi, rumor, mitos dan fiksi yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat
akademik, sampai dengan masyarakat awam yang dimana terjadi perjumpaan dialog
dan perjumpaan diskursus yang bisa saja hasil akhirnya tetap menjadi pro kontra
jika sudah masuk pada ranah ideologi, agama dan ras. Bagaimana cara meyakinkan
mereka semua ditengah sulitnya menciptakan negara, keyakinan, kedaulatan sampai
menciptakan lokus dan pengetahuan untuk meretas keyakinan itu. Fiksi dalam
pikiran Yuval adalah “konstruksi sosial”,
atau “realitas yang dikhayalkan” tapi
meyakinkan sebuah kenyataan soal khayalan itu seperti bercerita soal imajinasi
liar yang butuh waktu bertahun tahun lamanya agar khayalan itu terjadi diluar
nalar dan sainstisme. Seseorang harus percaya kepada iblis agar sosok iblis ada
dikehidupan nyata, seseorang harus percaya dewi dan dewa agar sosok dewi dan
dewa berwujud nyata dikehidupan nyata. Apa yang dikhayalkan adalah sesuatu realitas.
Walau sebenarnya mungkin khayalan tersebut adalah sebuah realitas ganda.
Gosip Rocky Gerung
dan Fiksi Kitab Suci
Kitab
suci itu fiksi, demikian salah satu perkataan seorang tim sukses Pemilu 2019. Menurutnya
fungsi fiksi adalah mengaktifkan imajinasi, karena dianggap belum selesai dalam
realitas. Wilayahnya hanya pada level imaji atau imajinasi seperti yang dia
sebutkan bahwa Kitab Suci itu adalah
sesuatu yang imaji atau imajinasi dan belum selesai atau belum final bukan faktual
dan belum terjadi. Tentu ini adalah pernyataan yang jauh dari prinsip
pengetahuan. Lantaran keyakinan dianggap sesuatu yang belum final, tentu agama
yang diakui di negara Indonesia seperti Islam, Nasrani, Hindu Budha dan jaman
orde baru ada istilah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan kepercayaan
itu adalah sesuatu yang final dan tidak boleh diganggu gugat kecuali mencari
hal definisi lain dibawah pengaruh atau doktrin tertentu. Padahal kita ketahuai
sama-sama kitab suci yang dianggap belum faktual dan belum terjadi oleh Rocky
Gerung adalah sesuatu yang keliru, Kitab suci bahkan bercerita soal sejarah,
katakanlah Al Quran yang bercerita soal umat terdahulu. Segala sesuatu yang
belum pernah dibaca maka menjawabnya adalah dengan sesuatu yang berhayal. Bahkan
membandingkan kitab suci yang telah ada misalnya sejak jaman Rasulullah dengan
Kitab Babad Tanah Jawi yang baru berumur sejak abad 18 dimana bercerita soal
silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram. Tentu bukan perbandingan yang
pas, tapi lantaran disampaikan oleh tokoh populer jadinya Kitab Suci menjadi terdown
grade nilainya sampai level receh dan memuat diksi penghinaan. Oleh Yuval hal
seperti ini sekedar gosip, dimana gosip biasanya berfokus pada kesalahan. Tentu,
lantaran tidak membaca sejarah dan cerita dalam kitab suci sehingga ketidak
tahuan dalam sejarah menjadi gosip yang mengalihkan perhatian yang berbahaya
namun tidak disadari apatah lagi oleh publik, semacam membodohi tapi dengan
cara retorika yang seolah-olah mendapatkan pembenaran karena mempunyai ruang
pamer yang tersedia dan panggung yang disediakan. Mungkin pernyataan ini lah
sehingga Rocky Gerung kehilangan ruang pamer dan ruang bergosip lantaran salah
menempatkan metode komunikasi dan metode keilmuan yang harusnya berceritera
tentang sejarah umat manusia dan segala bentuk firman dalam kitab suci dianggap
sebagai sesuatu khayalan dan fiksi. Sama persis jika proses terciptanya alam
duniawi juga adalah fiksi dan tiba-tiba ada, mungkin Rocky Gerung juga merasa
dirinya sendiri adalah fiksi karena belum final, belum terjadi dan belum faktual
karena berada didunia nyata sementara menurutnya fiksi ada dalam wilayah
imajinasi. Jadi terbolak balik seperti sinetron dunia terbalik. Seperti seseorang
yang menonton televisi yang melihat gambar dan suara tapi tidak melihat
kejadian nyata karna dianggap tidak faktual dan tidak terjadi di depan mata,
apalagi jika mendengar suara radio tanpa melihat gambar. Menurutnya itu Fiksi.
Komunikasi salah satunya adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan realitas melalui pengalaman terdahulu atau pengetahuan terdahulu sehingga mampu menciptakan kisah-kisah. Jika tak didasari pengalaman dan sejarah maka didahului dengan khayalan yang dipaksa menjadi realitas dipaksa menjadi budaya dipaksa menjadi sebuah keyakinan dan kepercayaan.
***
Revolusi, diciptakan oleh sastrawan bukan akademisi
apalagi dari lelaki yang bergosip.
0 Comments:
Post a Comment